RESENSI ROBOHNYA
SURAU KAMI
· Ukuran : 14 x 20 cm
· Tebal : 139 halaman
· Terbit : Januari 1986
· Jilid :
· Edisi Ke :
· Jenis Cover : Soft Cover
· ISBN : 979-403-046-5; 20186046
· Kategori : Fiksi dan Sastra/Bacaan
Sastra dan Puisi
· Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, PT.
· Berat Buku : 98 gram
· Dimensi (L x P) : 14 X 20
RINGKASAN
:
Di suatu tempat ada sebuah surau tua
yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan
keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini
masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini
disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain,
tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau
bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais
rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah
pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan
bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja
karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk
anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang
dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang
mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung,
sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu
sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi
dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau
bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia
tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia
senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah
semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini
sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan
dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu
begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat
memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput
kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua
orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang
tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua
orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.
UNSUR INTRINSIK :
· Tema
Tema cerpen ini adalah seorang kepala
keluarga yang lalai menghidupi keluarganya.
· Amanat
Amanat pokok yang terdapat dalam cerpen
Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: “Pelihara, jaga, dan jangan
bermasabodoh terhadap apa yang kau miliki.” Hal ini dapat dilihat dari
beberapa amanat berikut :
(a) Jangan cepat
marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita karena ada perbuatan
kita yang kurang layak di hadapan orang lain
(b) Jangan cepat
bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja baik di
hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan itu.
(c) Kita jangan
terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan diri
pemakainya.
(d) Jangan
menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, untuk itu cermati sabda Tuhan
(e) Jangan
mementingkan diri sendiri, seperti yang disabdakan Tuhan dalam cerpen ini
· Latar
Latar Tempat
Latar tempat yang ada dalam cerpen ini
jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan
sebagainya
Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam
cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah
dipaparkan di atas pada latar tempat
Latar Sosial
Dari cerpen ini tampak latar sosial
berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya.
· Alur (plot)
Alur cerpen ini adalah alur mundur
karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab
kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan
akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di
awal bagian akhir.
- Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang,
yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh.
(a) Tokoh Aku
berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
(b) Ajo Sidi adalah
orang yang suka membual
(c) Kakek adalah
orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain.
(d) Haji Soleh yaitu
orang yang telah mementingkan diri sendiri.
· Konflik
Konflik yang ada adalah konflik batin
antara si tokoh dengan Tuhannya dan juga dengan Keluarganya.
· Titik Pengisahan / Sudut Pandang
Titik pengisahan cerpen ini yaitu
pengarang berperan sebagai tokoh utama (akuan sertaan) sebab secara langsung
pengarang terlibat di dalam cerita. Selain itu pengarang pun berperan sebagai
tokoh bawahan ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku.
- Gaya
Di dalam cerpen ini pengarang
benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan majas alegori, dan sinisme.
UNSUR EKSTRINSIK :
· Judul : Robohnya Surau Kami
· Penulis : Ali Akbar Navis
· Biografi Singkat Penulis :
Ali Akbar Navis atau yang lebih dikenal
publik dengan sebutan A.A. Navis lahir di Padang Panjang pada tanggal 17
November 1924.
Navis belajar di INS Kayutanam dari tahun 1932 sampai 1943. Sejak tahun 1968 kembali mengabdi untuk lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammad Syafei itu. Lebih dari 20 buku sudah dihasilkan olehnya. Mulai dari kumpulan cerpen, puisi, novel, kumpulan esai, hingga penulisan biografi dan otobiografi. Pada tahun 1956, ia menulis kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami yang merupakan karya monumental dalam dunia sastra Indonesia. Tiga bukunya yang diterbitkan Gramedia adalah kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami, Bertanya Kerbau pada Pedati dan Novel Saraswati.
Navis belajar di INS Kayutanam dari tahun 1932 sampai 1943. Sejak tahun 1968 kembali mengabdi untuk lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammad Syafei itu. Lebih dari 20 buku sudah dihasilkan olehnya. Mulai dari kumpulan cerpen, puisi, novel, kumpulan esai, hingga penulisan biografi dan otobiografi. Pada tahun 1956, ia menulis kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami yang merupakan karya monumental dalam dunia sastra Indonesia. Tiga bukunya yang diterbitkan Gramedia adalah kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami, Bertanya Kerbau pada Pedati dan Novel Saraswati.
· Nilai Sosial :
Kita harus sailing membantu jika orang
lain dalam kesusahan seperti dala cerpen tersebut karena pada hakekatnya kita
adalah makhluk sosial.
· Nilai Moral :
Kita sebagai sesama manusia hendaknya
jangan saling mengejek atau menghina orang lain tetapi harus saling
menghormati.
· Nilai Agama :
Kita harus selau malakukan kehendak
Allah dan jangan melakukan hal yang dilarang oleh-Nya seperti bunuh diri,
mencemooh dan berbohong.
· Nilai Pendidkan :
Kita tidak boleh putus asa dalam menghadapi
kesulitan tetapi harus selalu berusaha dengan sekuat tenaga dan selalu berdoa.
· Nilai Adat :
Kita harus menjalankan segala perintah
Tuhan dan memegang teguh nilai nilai dalam masyarakat.
No comments:
Post a Comment