Puisi ode :
1. Ode untuk Surti
perempuan,
melangkah sendirian
ada merah di matanya
menyala
melangkah sendirian
ada merah di matanya
menyala
pekat
menyisir langkahnya
saat mathri terbelah
tepat di atas kepalanya
menyisir langkahnya
saat mathri terbelah
tepat di atas kepalanya
perempuan diam
tangannya terkepal
langkahnya terhenti
tepat
di gerbang matahari
tangannya terkepal
langkahnya terhenti
tepat
di gerbang matahari
kecewa
yang bertumpuk
dan terus menumpuk
meninggalkan seonggok luka
membuatnya menjadi singa
yang bertumpuk
dan terus menumpuk
meninggalkan seonggok luka
membuatnya menjadi singa
2. Ode Buat Azha
Tentulah terbuhul dalam adamu,
aji pekasih yang memikat seluruh ingatan
hingga aku serasa tagih, diasyiki mistik
tak berkesudahan, tiap kali kuhayutkan,
kepadamu kembali tertambat angan angan
aji pekasih yang memikat seluruh ingatan
hingga aku serasa tagih, diasyiki mistik
tak berkesudahan, tiap kali kuhayutkan,
kepadamu kembali tertambat angan angan
rindukah berdesir, apa sirap darah
tak tertafsir?
kala gigil dan sengkala menyeraikan aromamu,
satu persatu tereja jua, lirik lirih romansa
yang merasuki sejarah panjang air mata
kala gigil dan sengkala menyeraikan aromamu,
satu persatu tereja jua, lirik lirih romansa
yang merasuki sejarah panjang air mata
wajah pualamu terus ku tanda, Azha
begitu manis, begitu magis
kaukan yang dulu berbisik dalam gerimisku ?
begitu manis, begitu magis
kaukan yang dulu berbisik dalam gerimisku ?
duh, kenangan!
selalu saja ada yang tertinggal
di saat waktu tak lagi menjengkal
di sini rengkuhan purnama berganti luput
kilau bayangmu satu satunya keramat
yang ku panut
selalu saja ada yang tertinggal
di saat waktu tak lagi menjengkal
di sini rengkuhan purnama berganti luput
kilau bayangmu satu satunya keramat
yang ku panut
ajarkan padaku, Azha
bagaimana caranya memupusmu dari ingatan
agar aku bisa melepas angan angan
tanpa harus merasa kehilangan
bagaimana caranya memupusmu dari ingatan
agar aku bisa melepas angan angan
tanpa harus merasa kehilangan
Puisi Elegi :
1. Elegi dini hari
Sepi Malam dan Kerik Jengkerik di
Beranda
Adalah dendang nyanyian rindu terlukis diam-diam
pada rangka langit dan bintang yang mendelik cemburu
sementara embun luruh perlahan menyentuh
pucuk rerumputan, kaca jendela, helai daun,
juga bening mataku yang nanar menatap
setiap serpih kenangan menggigil dalam gelap
Adalah dendang nyanyian rindu terlukis diam-diam
pada rangka langit dan bintang yang mendelik cemburu
sementara embun luruh perlahan menyentuh
pucuk rerumputan, kaca jendela, helai daun,
juga bening mataku yang nanar menatap
setiap serpih kenangan menggigil dalam gelap
Ketika desah nafas tertahan di
desir angin
yang lembut bertiup di selasar
kupagut segala perih lalu kubungkus rapi
pada sebuah sajak pilu
tentang angan tak tergapai
tentang cinta yang merana
tentang resah yang senantiasa membuncah
tentang mimpi-mimpi tak bertepi
dan tentang senyap yang kerap meratap
saat dini hari enggan mengusir
kunang-kunang yang berpendar sia-sia
pada gelap malam
ketika bayangmu muncul
dari sudut bulan separuh purnama
yang lembut bertiup di selasar
kupagut segala perih lalu kubungkus rapi
pada sebuah sajak pilu
tentang angan tak tergapai
tentang cinta yang merana
tentang resah yang senantiasa membuncah
tentang mimpi-mimpi tak bertepi
dan tentang senyap yang kerap meratap
saat dini hari enggan mengusir
kunang-kunang yang berpendar sia-sia
pada gelap malam
ketika bayangmu muncul
dari sudut bulan separuh purnama
Terusik dalam kelam hitamnya dunia
Ketika perang terus berluluh lantak
Ketika bumi segan mendekati mati
Dan setan berlabuh antara jiwa
kotor
Pernah terukir di tangan lusuh ini
Berlumurkan darah-darah keabadian
Atas bangsa yang berhias warna
Tuk bersatu menantang api-api benci
Mungkin manusia terlalu kejam
Mungkin juga ini sensasi tiada
batas
Entah seperti apa lorong cinta itu
Di atas laskar bendera suci kita
Indonesia, inikah citra merah putih
itu
Sudahkah terlalu petang untuk semua
Berdiam diri di bangsa merdeka ini
Janganlah kau membisu tak berangan
Langkahkan kuat cakar kaki-kaki ini
Bertualang mencari permata surgawi
Lepaskan penjara kebodohan kami
Bebaskan mata ini melihat damai
Puisi Satire :
1. Rokok
Pagi hari yang sunyi
Kau temani diriku
Ku hisap kau pelan-pelan
Kau masuki setiap inci paru-paruku
Kurelakan tubuhku kau rasuki
Ku tahu itu
Ku rasakan itu
Kopi cinta sebagai pasanganmu
Menemani hari-hariku
Tak lebih tak kurang
Penghancur pelan
Dengan nikmat sesaat
Makin ku hisap dirimu
Makin tak kuasa ku tolak
Walau ku sadar kau wahai racun jingga
Yang mengotori setiap tetes darahku
Aku harus berhenti menjadikanmu teman
Kau harus kutinggalkan di hari-hariku kini
Walau dalam kesendirianku
Dalam kesunyian dan kesepian
Aku yakin aku bisa
Selamat tinggal racun jingga
2. Cinta Tuhan
Kurangkaki pagi ini dengan doa
Ku berjalan dengan mantap menuju-Mu
Dengan harap tanpa tepi
Ku yakin Kau ada
Atas nam cinta
Aku terus bekerja
Atas nama cinta
Ku relakan tubuhku berkelana
Ku teriak dalam sunyi
Ku berontak dalam hati
Ku tahu Kau takkan diam
Ku tahu aku milik-Mu
Ku tepekur dalam keramaian dunia
Jiwaku berjalan dalam kematian hati
Sepercik cahaya terlihat dari lorong gelap
Ku hanya ingin kesana
Menuju Mu
Bersama Mu
Pagi hari yang sunyi
Kau temani diriku
Ku hisap kau pelan-pelan
Kau masuki setiap inci paru-paruku
Kurelakan tubuhku kau rasuki
Ku tahu itu
Ku rasakan itu
Kopi cinta sebagai pasanganmu
Menemani hari-hariku
Tak lebih tak kurang
Penghancur pelan
Dengan nikmat sesaat
Makin ku hisap dirimu
Makin tak kuasa ku tolak
Walau ku sadar kau wahai racun jingga
Yang mengotori setiap tetes darahku
Aku harus berhenti menjadikanmu teman
Kau harus kutinggalkan di hari-hariku kini
Walau dalam kesendirianku
Dalam kesunyian dan kesepian
Aku yakin aku bisa
Selamat tinggal racun jingga
2. Cinta Tuhan
Kurangkaki pagi ini dengan doa
Ku berjalan dengan mantap menuju-Mu
Dengan harap tanpa tepi
Ku yakin Kau ada
Atas nam cinta
Aku terus bekerja
Atas nama cinta
Ku relakan tubuhku berkelana
Ku teriak dalam sunyi
Ku berontak dalam hati
Ku tahu Kau takkan diam
Ku tahu aku milik-Mu
Ku tepekur dalam keramaian dunia
Jiwaku berjalan dalam kematian hati
Sepercik cahaya terlihat dari lorong gelap
Ku hanya ingin kesana
Menuju Mu
Bersama Mu
Puisi Hymne :
1.HYMNE BAGIMU MATI
Setiap Orang takut Mati
Setiap Mahluk takut Mati
Wajar, Agaknya ini Takut Sejati
Tidak! Jika Kita Melihat Teliti
Itu Tipuan-Mata Memori Piranti
Yang direkam di Pakaian Bumi
Seperti Kancing Tertinggi
Di Kerah Dasi Kemeja Bumi
Yaitu Jasmani, Baju Kerja di sini
Kancing bisa dicopot, tapi terus memakai Dasi
Program itu pun dapat dimodifikasi
Bahkan dihapus seluruh Isi
Tumpuk di atasnya Rekaman Mutakhir Baru
Yang Hakiki dan penuh Haru
Bahwa Kehadiran Kita di Bumi
Hanya jalankan Misi dari Tuhan Kami
itu pun perlu diikat, dipasung, dikunci
Karena menjunjung Bola Mesiu Marah-Benci
Jika Kancing Tertinggi telah ditanggalkan
Dan Baju Bumi teiah dilepaskan
Tak ada Kotoran melekat di Ruh Insan
Semua ditinggai dalam Rekaman
Yang erat Melekat di Pakaian
Pulang, hanya mengenakan Cahaya
Pulang, hanya berkendara Iman Percaya
Pulang, hanya untuk Kembali Suci Digdaya
Mati selalu dipakai menakut-nakuti
Untuk Mendidik Moral Budi Pekerti
Sebenarnya Orang tak musti takut Mati
Kalau Kasih dan Percaya Teguh Dihayati
Mati itu Suci, Indah, Penawar Lelah
Puncak Himalayanya Cinta Allah
Tak pertu lagi Mendaki, Memanjat Tali
Karena telah tiba di Rumah Hakiki Kembali
2. Kesetiaan
Kesunyian mengikuti langkah kaki
sang malam Setia menanti dari ujung
senja hingga
diperaduan Meski
berselimutkan
kedinginan
Dengan diiringi hymne kesunyian dan hanya
bersandar pada rasi bintang Kesunyian tetap
menggenggam jemari sang malam
Dengan langkah perlahan menyusuri sungai kehidupan
Melewati lembah, singgah di puncak gunung
Terbawa angin kedesa-desa Terseret ombak ketengah samudra
Kadang hujan gerimis menemani.
PUISI DRAMATIK :
1. Senyum Anak
Bengawan Solo
Kaki-kaki yang
kokoh menerjang batu nan tajam dan berlumpur
Yang menggeliat
untuk mencari keceriaan senyum dan hati anak-anak yang damai
Seolah-olah tak
berbatasi waktu,
Anak-anak itu
larut dalam kebahagiaan
Senyum dan tawa
membahana, menembus langit yang biru,
Kesedihan batin
tertutupi riang selama semalam
Esok kan
menyambut mereka dengan tawa yang merekah
Kini aku tahu,
Aku mencintai
tawa dan senyum itu,
Karena senyum dan tawa itu mencintaiku.
2. DIPONEGORO Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
No comments:
Post a Comment